Senin, 11 Desember 2017

KONSEP PENCIPTAAN MANUSIA

KATA PENGANTAR
Selain sebagai kitab suci panduan umat muslim dalam beribadah, al-Qur’an ternyata juga beberapa kali membahas tentang alam, yang salah satunya tentang proses penciptaan manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan dengan berbagai tahapan.
Ada banyak ayat dalam al-Qur’an yang membahas tentang proses penciptaan manusia ini, salah satunya adalah ayat ke 12-14 dalam surat al-Mukminun, dimana tafsir dalam ketiga ayat itu akan penulis bahas dalam makalah yang singkat ini.
Dalam penulisan makalah ini, secara garis besar, penulis mencoba menyajikannya seperti apa yang telah dilakukan oleh Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya. Ada arti mufradat, asbab al-nuzul, manasabah, dan tafsirnya. Khusus arti kata mufradat, tidak semua penulis bahas karena penulis menganggap bahwa arti kata-kata itu sudah bisa dipahami secara sekilas.
Selamat membaca!
Jakarta Selatan, 05 Oktober 2017

PEMBAHASAN
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14)
 “Dan demi (keagungan dan kekuaaan Kami)! Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami menjadikannya makhluk yang berbentuk lain. Maha Suci Allah, pencipta yang paling baik. (QS. Al-Mu'minun: 12-14)
    Mufradat
Insan, Menurut Al-Sya’rawi, insan adalah isim jenis yang mutlak, sehingga mencangkup seluruh pengelompokan, baik jumlah (mufrad, tatsniyah, jama’), maupun jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).[1]
Sulalah, Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sulalah adalah mani Nabi Adam. Menurut al-Qurthubi, sulalah adalah inti sari air, yakni mani. Penulis kurang begitu memahami mengapa mani menjadi intisari air sebagaimana pendapat ini. Menurut al-Kulubi, sulalah adalah tanah.[2] 
Nuthfah, Al-Qurthubi berpendapat bahwa nuthfah adalah mani. Nuthfah adalah air yang sedikit.[3] Nuthfah adalah intisari penciptaan manusia.[4]
Qarar Makin, menurut Ibnu Katsir dan as-Sya’rawi adalah rahim.
‘Alaqah, Al-Maraghi dan al-Qurthubi mengartikan kata ‘alaqah sebagai darah beku dalam terjemahan bahasa Indonesia biasanya memakai kata segumpal darah. Namun, menurut embriolog moderen—sebagaimana yang ditulis M. Quraish Shihab—‘alaqah adalah sesuatu yang bergantung dan berdempet di dinding rahim.[5]
Mudghah, menurut al-Maraghi dan M. Quraish Shihab adalah sesuatu yang kecil sekerat daging.[6]
‘Idzam, menurut Ibnu ‘Abbas—sebagaimana dikutip Ibnu Katsir—mengatakan bahwa ‘idzam ini adalah tulang sulbi.
    Munasabah
Al-Qur’an adalah jalan yang harus dilalui oleh setiap manusia.  Ia adalah aturan-aturan yang harus manusia taati. Oleh karenanya, sebelum menjelaskan tentang proses penciptaan manusia (sebagaimana dibahas pada ayat-ayat 12-14), telebih dahulu al-Qur’an menjelaskan aturan-aturan itu.[7]
   Asbab al-nuzul
Abi Hatim meriwayatkan dari Umar, ia berkata: Aku sesuai dengan empat ayat yang turun[8]: Wa laqad khalaqnal... (al-Mukminun [23]: 12). Lantas aku berkata: “fa tabaraka Allahu ahsanul khaliqin”.[9]
Suatu hari, ketika Umar mendengarkan ayat 14 surat al-Mukminun ini, dan ketika sampai pada kalimat khalqan akhar, kemudian ia berkata “fa tabaraka Allahu ahsanul khaliqin”. Kemudian Nabi berkata: “Iya, seperti itu ayat yang turun”.[10]
    Tafsir wal Bayan
Ayat 12
Menurut mayoritas mufassir, yang dimaksud insan dalam ayat ini adalah keturunan Adam.[11] Hal ini karena ayat ini menjelaskan proses penciptaan manusia yang terbuat dari tanah. Adam terbuat dari tanah murni, sedangkan keturunannya terbuat dari mani dan tanah.[12]
Fakhruddin al-Razi juga menjelaskan bahwa ada dua pendapat tentang makna kata insan dalam ayat ini: Adam dan anak cucu Adam. Apabila insan dalam ayat ini bermakna anak cucu Adam, maka secara tidak langsung—menurut Fakhruddin al-Razi—kata “insan” dibuat kinayah untuk menyebut anak cucu Adam. Kata insan adalah kata umum yang bisa mencangkup Adam dan anak cucunya. Namun, bila insan dalam ayat ini bermakna anak cucu Adam, maka kata “thin” dalam ayat ini dimaknai sebagai “Adam”.[13]   
Ayat ini juga menjelaskan perbedaan cara yang menciptakan sesuatu yang dilakukan Allah Swt. dan manusia. Allah Swt. mencipatakan sesuatu dari ketiadaan menjadi ada. Sedangkan manusia menciptakan dari sesuatu yang telah ada. Kehebatan ciptaan Allah adalah ia bisa bertumbuh dan bertambah banyak. Sedangkan ciptaan manusia tidak berkembang dan tidak berubah.[14] 
Al-Maraghi, dalam tafsirnya menjelaskan bahwa cikal bakal kejadian manusia itu awalnya berada dalam tulang sulbi ayah, kemudian berpindah ke dalam rahim ibu sampai lahir.[15]
Ayat 13
Dalam al-Quran sendiri banyak istilah mani atau nuthfah dalam bentuk redaksi lain yang menunjukkan sifat dari mani. Salah satunya dengan redaksi ma'in mahin dan ma'in dafiq.
Redaksi pertama mempunyai arti air yang hina. Diartikan seperti itu karena dipandang dari segi tempat keluarnya, yaitu sama sama dengan tempat keluarnya air kencing. Sedangkan redaksi yang kedua mempunyai arti air yang terpancar, maksudnya adalah proses masuknya mani kedalam rahim.[16]
Sedangkan rahim dalam al-Quran dikatakan sebagai qoror makin yakni tempat yang aman bukanlah tanpa suatu alasan. Ketika diteliti oleh para ahli, didapati beberapa alasan mengapa rahim disebut sebagai tempat yang aman, antara lain:
Pertama, posisinya yang terletak di antara tulang panggul dan kedua sisinya ditopang dengan kuat oleh otot-otot yang mampu memberikan fleksibiltas dalam pertumbuhan isi rahim sampai puluhan kali lipat dari ukuran awal. Kedua, ditambah perlindungan dari hormon progesteron yang dihasilkan dari wanita hamil yang berfungsi merendahkan tekanan frekuensi kontraksi rahim.[17]
Fakhruddin al-Razi mengatakan bahwa ayat ini merupakan tahapan kedua dari proses penciptaan manusia. Setelah pada ayat sebelumnya, Allah Swt. menjelaskan bahwa intisari manusia itu tecipta dari tanah, maka pada ayat ini dijelaskan bahwa intisari itu dijadikan sebagai nuthfah yang berada di dalam sulbi ayah. Kemudian, melalui proses hubungan badan, ia berpindah ke dalam rahim ibu.[18] 
Ketika nuthfah itu telah berada di dalam rahim, ia berterbangan di dalam setiap rambut dan kuku, kemudian ia berdiam diri selama empat puluh hari. Dan  selanjutnya menjadi satu dengan rahim dan jadilah ia ‘alaqah.[19]
Ayat 14
Kemudian air mani itu kami jadikan 'alaqah. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa 'alaqah ini mempunyai dua makna, yakni segumpal darah dan pendapat lain sesuatu yang menempel pada dinding rahim. Menurut hemat kami keduanya bukanlah suatu yang bertentangan. Melainkan keduanya bisa saling dikaitkan yakni, 'alaqah adalah gumpalan darah yang sifatnya melekat atau menempel pada dinding rahim.
Kemudian gumpalan darah yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, kemudian dari segumpal daging kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Tujuan dari dibungkusnya tulang dengan daging ini adalah untuk memperkuatnya.[20]
Kemudian kami menjadikannya makhluk yang berbentuk lain. Ada banyak pendapat tentang apa itu khalqan akhar. Ibnu ‘Abbas berpendapat ia adalah ruh. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam ayat ini (seakan) Allah Swt. berkata: “Aku (Allah Swt) memindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain, sampai bayi yang masih dalam kandungan itu lahir sebagai bayi, kemudian tumbuh menjadi anak kecil, remaja, dan seterusnya”.
    Fiqhul Hayah
Ayat ini menjelaskan tentang penciptaan manusia. Penciptaaan manusia—menurut Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya—terjadi dari 9 (sembilan) tahap. Tujuh tahap sebelum kelahiran dan dua tahap setelah menjalani kehidupan. Tahapan-tahapan ini sebagai bukti tentang kekuatan dan keesaan Allah Swt.[21]
Jika Allah menciptakan Adam As. dari tanah liat, maka hal ini berbeda ketika Dia menciptakan keturunan Adam As. (menusia). Manusia tercipta dari dari nuthfah (mani) yang bertemu dengan mani perempuan (sel telur) melalui proses persetubuhan. Sejak saat itu, terbentuklah janin.
Ada tiga tahapan yang kesemuanya berdurasi selama 40 (empat puluh) hari.
  •        Nuthfah yang sudah berusia 40 (empat puluh) hari berubah menjadi 'alaqah.
  •        'alaqah yang berusia 40 (empat puluh) hari berubah menjadi mudghah, dan terkahir.
  •      Mudghah yang telah berusia 40 hari berubah lagi menjadi 'idzam.

Setelah itu, Allah membalut 'idzam tersebut dengan daging. Kemudian Allah Swt. menjadikan makhluk baru dengan ditiupkannya ruh oleh malaikat dengan menetapkan 4 hal seperti yang tertera dalam hadist Nabi Muhammad Saw.

PENUTUP
Allah Swt. adalah Zat yang Maha Pencipta. Dialah yang menciptakan semua yang ada. Begitu juga manusia. Manusia diciptakan Allah Swt. dalam berbagai tahapan. Yang diciptakan dari tanah liat adalah hanya Nabi Adam As. Manusia atau anak keturunan Adam As. tercipta dari  nuthfah (mani).
Nuthfah berubah menjadi 'alaqah dan ‘alaqah menjadi mudghah, dan terkahir mudghah berubah lagi menjadi 'idzam. Kemudian ditutupilah idzam itu dengan daging.
Dengan mengetahui proses penciptaan manusia, Dari penjelasan di atas, setidaknya ada tiga hikmah yang bisa diambil sebagai tuntunan hidup, yakni:
  •        Tidak pantas menyombongkan diri.

Masihkah kita bisa berbesar diri atau sombong dengan keadaan kita yang sama-sama tercipta dari ma'in mahin (air yang hina) yang notabenenya sama-sama keluar dari tempat keluarnya air kencing?.
  •        Pentingnya sebuah proses.

Meskipun Allah Swt.mampu menjadikan manusia dalam sekejap saja (waktu yang singkat), namun Allah Swt. tetap menjadikan dan menciptakannnya dalam beberapa tahapan.
  •        Menunjukkan keberadaan Allah Swt.

Dengan mengetahui bahwa manusia itu adalah ciptaan Allah Swt., ia (manusia) akan mengakui bahwa Allah Swt. adalah Maha Pencipta. Dialah zat yang menghidupkan dan mematikan. Hal ini sebagai bantahan terhadap mereka yang mengingkari keberadaan Allah Swt., seperti orang-orang atheis dan orang-orang musyrik.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustaha. Tafsir al-Maraghi. V. 18. 1946. Mesir: Maktabah Mustahafa al-Babi
Al-Qurthubi, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar. Jami al-Ahkam al-Qur’an. V. 15. T.t. Beirut: Muassasah al-Risalah
Al-Suyuti, Lubab al-Nuqul. 2002.  Beirut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah.
Al-Sya’rawi, Mutawali. Tafsir al-Sya’rawi. 1991. Mesir: Akhbar al-Yaum
Al-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Munir. V. 3. 2009. Suriah: Dar al-Fikr
Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Kabir. V. 23. T.t. T.tp.: al-Bahiyyah al-Misriyyah
Katsir, Ibnu. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. v. 8. 2000. Kairo: Maktabah Awlad al-Syaikh.
Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. 2013. Tangerang: Penerbit Lentera Hati
Tim Kemenag dan LIPI. Tafsir Ilmi Penciptaan Manusia dalam Prespektif al-Qur’an dan Sains. 2012. Jakarta: Kemenag RI.

DOWNLOAD PDF NANG KENE


[1] Mutawali al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi (Mesir: Akhbar al-Yaum, 1991), h 9977.
[2] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Jami al-Ahkam al-Qur’an (Beirut: Muassasah al-Risalah, t.t.), v. 15, , h. 19.
[3] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Jami al-Ahkam al-Qur’an, v. 14, h. 313.
[4] Mutawali al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, h 9979.
[5] M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2013), h. 342.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, h. 342.
[7] Mutawali al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, h 9976.
[8] Maksudnya ayat yang turun sesuai dengan apa yang diucapkan Umar.
[9] Al-Suyuti, Lubab al-Nuqul (Beirut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah, 2002), h. 179.
[10] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Jami al-Ahkam al-Qur’an, v. 15, , h. 19.
[11] Ahmad Mustaha al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Mesir: Maktabah Mustahafa al-Babi, 1946), v. 18, h. 8.
[12] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Jami al-Ahkam al-Qur’an, v. 15, , h. 19.
[13] Fakhruddin al-razi, Tafsir al-Kabir (T.tp.: al-Bahiyyah al-Misriyyah, t.t.), v. 23, h. 84.
[14] Mutawali al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, h. 9977.
[15] Ahmad Mustaha al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, v. 18, h. 8.
[16] Tim Kemenag RI dan LIPI. Tafsir Ilmi Penciptaan Manusia dalam Prespektif al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 81
[17] Tim Kemenag RI dan LIPI. Tafsir Ilmi Penciptaan Manusia dalam Prespektif al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Kemenag RI, 2012), h. 84
[18] Fakhruzrazi, Tafsir al-Kabir, v. 23, h. 84.
[19] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (Kairo: Maktabah Awlad al-Syaikh, 2000), v. 8, h. 114.
[20] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, v. 8, h. 113.
[21] Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Munir (Suriah: Dar al-Fikr, 2009), v. 3, h. 306.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar